Archive for Januari 2013

Tanaman dapat Tumbuh Tanpa Gravitasi

Meskipun tak menyentuh tanah, tanaman dapat tumbuh karena kemampuan menempel sebagai salah satu cara beradaptasi dengan lingkungan.

Studi terbaru mengungkapkan pertumbuhan tanaman, yang selama ini kita pikir bergantung pada gaya tarik Bumi untuk peranan sel dan organ, ternyata tidak memerlukan gravitasi.
Dari penelitian ini ilmuwan menyimpulkan tanaman dapat tumbuh, meskipun di ruang yang minim gravitasi seperti di ruang angkasa, Bulan, atau planet lain yang sedang diuji cobakan untuk dihuni seperti Mars.
Peneliti pertama kalinya mengirim tanaman ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada tahun 2010. Dimaksudkan untuk menguji benih-benih tanaman untuk tumbuh di luar angkasa di mana tidak ada gaya gravitasi.
Adalah tanaman Arabidopsis thaliana yang dijadikan subjek dalam penelitian untuk mempelajari bagaimana tanaman akar berkembang dalam lingkungan tanpa bobot. Gravitasi -gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta- merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan akar.
Namun, hasil uji coba yang dilakukan sejak dua tahun lalu terhadap tanaman yang ditanam di ISS, peneliti menyimpulkan tanaman mereka tanam tidak membutuhkan gravitasi untuk berkembang.
Tim peneliti dari University of Florida di Gainesville, AS, mengungkapkan, meski tidak menyentuh tanah, tanaman tetap dapat tumbuh karena kemampuan menempel sebagai salah satu cara beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Benih berkecambah di stasiun luar angkasa mulai tumbuh akar dan berperilaku seperti halnya tumbuh di Bumi.
Mereka tumbuh terus menjauhi benih mereka dan mencari nutrisi dan air yang dibutuhkan untuk terus tumbuh berkembang. Pola ini persis sama dengan tanaman yang berada di lingkungan bergravitasi.
"Peran gravitasi dalam pertumbuhan tanaman dan perkembangannya di lingkungan darat memang telah dipahami dengan baik. Yang belum dipahami adalah bagaimana tanaman dapat merespon ketika Anda menghilangkan gravitasi," ungkap ahli genetika tanaman Anna-Lisa Paul dari University of Florida di Gainesville.
Tanaman di ISS ini terus mendapat pantauan dari Paul dan rekannya, Robert Ferl, seorang ahli biologi tanaman, melalui gambar yang dikirim setiap enam jam. Tumbuh di dalam sebuah wadah yang kaya akan gel bernutrisi, akar-akar tanaman ini menunjukkan pola pertumbuhan akar yang miring. Di mana akar miring tersebut tumbuh progresif seperti keluar dari cabang.
"Saat kita melihat gambar pertama yang datang kembali dari orbit dan kami melihat bahwa dari fenomena 'skewing' (akar condong atau miring) kami cukup terkejut," kata Paul.
Peneliti selalu berpikir akar yang tumbuh miring merupakan efek dari gravitasi, yakni bagaimana ujung akar berinteraksi dengan permukaan seolah-olah tumbuh. Tetapi Paul dan Ferl menduga dengan tidak adanya gravitasi, membuat akar tanaman tanaman menuju isyarat lain seperti kelembaban, nutrisi, dan menghindari cahaya yang memungkinkan dirinya tetap tumbuh.
"Intinya adalah bahwa meskipun tanaman "tahu" bahwa mereka berada dalam lingkungan yang baru, mereka akan baik-baik saja," kata Paul.
Ia menambahkan bahwa benar-benar tidak ada halangan untuk tanaman yang tumbuh di tempat yang minim gaya gravitasi, seperti halnya misi jangka panjang ke Mars. Atau di lingkungan yang gravitasinya berkurang seperti di rumah kaca khusus di Mars atau Bulan.
(Umi Rasmi. Sumber: National Geographic News)

Perempuan AS Pertama ke Antariksa Diabadikan di Bulan

Lokasi tempat Ebb dan Flow jatuh di Bulan dinamai Sally Ride, perempuan AS pertama yang melanglang buana ke luar angkasa.

Satelit kembar milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Ebb dan Flow, resmi berakhir masa tugasnya. Keduanya sengaja dijatuhkan di dekat kutub utara di Bulan, Senin (17/12).
Ebb jatuh lebih dulu dan 20 detik kemudian disusul oleh Flow. Lokasi tempat keduanya jatuh dinamai Sally Ride, perempuan AS pertama yang melanglang buana ke luar angkasa.
Ride menjadi sosok tepat karena memegang peranan penting dalam pengenalan misi ke Bulan dalam wadah Gravity Recovery And Interior Laboratory (GRAIL). Ride memimpin proyek "MoonKAM" yang membuat anak-anak sekolah di seluruh dunia bisa memilih sisi mana dari Bulan yang akan difoto oleh Ebb dan Flow.
Sayangnya, Ride wafat Juli 2012 setelah bertarung melawan kanker pankreas. "Tim ini sangat ini menghargai kontribusinya (Ride) pada pendidikan dengan menamai zona jatuh (Ebb dan Flow) sesuai namanya," kata Maria Zuber, pemimpin investigator GRAIL.
Ride merupakan perempuan pertama dari AS -perempuan ketiga secara keseluruhan- yang berhasil ke antariksa. Ia sampai ke orbit pada 1983 melalui misi STS-7 menggunakan pesawat ulang-alik Challenger. Setahun kemudian, ia kembali lagi ke luar angkasa dalam misi STS-41G. Secara keseluruhan, Ride menghabiskan 343 jam di antariksa.
"Menyenangkan rasanya saat Anda melihat ke Bulan dan ada satu pojok kecil yang dinamai Sally. Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak," ujar adik dari Ride, Pendeta Bear Ride.
Ebb dan Flow sendiri adalah satelit pemantau Bulan yang diluncurkan pada 2011 lalu. Mereka bertugas memetakan ladang gravitasi Bulan dengan detail selengkap mungkin.
Di akhir 2012, keduanya kehabisan bahan bakar dan tidak lagi bisa meneruskan misi. Anggota tim yang terlibat dalam misi ini memutuskan keduanya untuk dikandaskan di Bulan.
(Zika Zakiya. Sumber: NASA, Discovery News)

Merkurius Memiliki Es

Planet terdekat dengan Matahari selalu diperkirakan adalah yang memiliki suhu paling panas, namun ternyata alam semesta menolak logika.


Merkurius, planet terdekat dari Matahari, ternyata mengandung es dalam jumlah yang besar, 100 miliar hingga satutriliun ton. Hal ini dinyatakan peneliti yang bekerja dengan NASA's Messenger Spacecraft, Kamis (29/11). Lapisan es di Merkurius cukup untuk menutup Washington D.C, Amerika Serikat, dengan ketebalan 2,5 mil atau empat kilometer.
"Dalam tubuh planet ada tempat tersembunyi yang menarik untuk dicari tahu," jelas Peneliti Senior dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory, David J. Lawrence.
Ada kontras yang sangat besar dari planet ini, pada siang hari temperaturnya dapat mencapai 426 derajat celsius. Akan tetapi, di area dekat kutub Merkurius di mana Matahari tidak pernah menyentuhnya, temperatur mencapai minus 187 derajat celsius.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di Journal Science, lapisan es itu akan menjadi target berikutnya untuk diteliti oleh robot, seperti di Mars. Astronom sebenarnya telah menemukan petunjuk adanya lapisan es itu beberapa dekade sebelumnya saat teleskop melihat pantulan gelombang radio dengan refleksi yang sangat terang. Namun, peneliti menduga hal itu terkait dengan sulfur.
Es yang hampir sejernih air itu diindikasikan berasal dari tabrakan komet jutaan tahun yang lalu. "Manusia menganggapnya sebagai lelucon, tapi ini sangat gila," jelas Profesor Geologi dari UCLA, David A. Paige.
(Dimas Purwaraja. Sumber: Sciencedaily, The New York Times)

Bumi Waktu Malam Bagaikan Kelereng Hitam Berpendar

Di Indonesia, pusat cahaya paling terang berada di Pulau Jawa dan sedikit di Sumatra.


Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat, NASA, mengeluarkan foto Bumi saat malam hari dari luar angkasa. Planet kesayangan kita ini nampak bagi kelereng hitam dengan pendaran cahaya-cahaya kecil di atasnya.
Pendaran ini berasal dari cahaya listrik yang digunakan kita, manusia, di Bumi. Sayangnya cahaya ini tidak merata. Terlihat Benua Afrika alpa dari sinaran cahaya. Demikian juga dengan Indonesia, di mana pusat cahaya paling terang berada di Pulau Jawa dan sedikit di Sumatra. Sedangkan Indonesia bagian timur tak memancarkan pendaran apa pun.
Sebaliknya, Benua Eropa bermandikan kilauan sorot lampu. Begitu juga dengan Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Di Benua Amerika, pendaran paling mencolok berasal dari Amerika Serikat yang berada di Amerika Utara. Sedangkan Amerika bagian selatan hanya memancarkan sedikit kilauan.
Foto yang bebas dari gangguan awan ini diambil imajer berteknologi tinggi di satelit milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Sensor yang ada dalam perangkat ini memungkinkan mengambil tiga imaji dengan cahaya rendah secara simultan.
Teknologi ini memungkinkan para peneliti mempelajari atmosfer, darat, dan laut saat malam hari. "Ini merupakan data berkualitas tinggi," kata Christopher Elvidge, salah satu peneliti NOAA, saat pertemuan American Geophysical Union di San Francisco, AS, Kamis (6/12).
Sensor yang disebut Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) bisa menangkap pancaran Bumi malam hari dengan resolusi yang lebih tajam. VIIRS sendiri berada di satelit Suomi NPP yang mengorbit 800 kilometer di atas kutub Bumi.
(Zika Zakiya. Sumber: NASA, The Independent)

Asteroid 140 Meter Bukan Ancaman Bumi pada 2040

2011 AG5 ditemukan pertama kali oleh tim pengamat di Mount Lemmon Survey, Arizona, Amerika Serikat, dan sempat diprediksi menabrak Bumi.

Asteroid bernama 2011 AG5, yang sebelumnya diprediksi menabrak Bumi pada tahun 2040, dipastikan tidak berbahaya. Kepastian status asteroid selebar 140 meter itu dilakukan setelah proses pengamatan menggunakan teleskop Gemini North di Hawaii pada Oktober 2012.
Kepastian ini sekaligus mendukung pernyataan Badan Antariksa dan Penerbangan Amerika Serikat (NASA) yang pada Juni lalu juga melisankan hal sama. NASA sampai pada kesimpulan astreoid 2011 AG5 tidak berbahaya melalui pengamatan selama berbulan-bulan.
Berdasarkan pengamatan para pakar, asteroid ini tidak akan melebihi jarak 890 ribu kilometer dari Bumi. "Ini adalah observasi yang amat sangat sulit untuk objek yang kurang jelas," ujar Richard Wainscoat, anggota tim peneliti yang memonitor 2011 AG5.
Wainscoat dan koleganya mengaku agak terkejut betapa mudahnya teleskop Gemini menemukan asteroid seredup itu di angkasa luas. Mereka bahkan berhasil memotretnya sebanyak tiga kali pada Oktober lalu. "Hanya karena ini asteroid yang besar, bukan artinya ini mudah terlihat."

(Zika Zakiya. Sumber: Space.com)
Rotating X-Steel Pointer

- Copyright © KIR MIPA Spensaka - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -